Setelah kesuksesan pameran pertamanya, Museum MACAN kembali menghadirkan pameran yang tak kalah seru. Buat yang aktif di media sosial, beberapa waktu lalu feed-nya mungkin sudah ramai dengan polkadot postingan dari para influencer. Dan kali ini pamerannya bertajuk “Life is The Heart of a Rainbow” oleh Yayoi Kusama. Warning! This article contained spoiler 😛

Seperti Marvel di akhir filmnya yang menghadirkan sneakpeek film selanjutnya, Museum MACAN juga membuat sneakpeek di pameran sebelumnya, yaitu Infinity Mirrored Room (not war) yang jadi hits banget di media sosial. Nah, kali ini dihadirkan karya-karya Yayoi Kusama satu museum! Kurang nampol apa coba!

Yayoi Kusama adalah seniman besar dunia yang berasal dari Jepang dan masih aktif berkarya sampai sekarang. Eyang Kusama lahir di tahun 1929 di Matsumoto, Jepang dan beliau baru saja merayakan ulang tahunnya yang ke-89. Dalam rentang hidupnya, Kusama banyak mengalami perkembangan dunia.

Sejak kecil Kusama sudah mengalami halusinasi. Dalam penglihatannya, dia melihat dunia dipenuhi polkadot, aura, atau binatang berbicara kepadanya. Gangguan psikis yang dialaminya, salah satu penyebabnya adalah kekerasan dalam rumah tangga yang dialaminya sewaktu kecil. Di masa remajanya, dia mempelajari nihonga, seni lukis Jepang. Keinginannya untuk menjadi seniman tidak didukung oleh keluarganya, terlebih lagi keadaan Jepang saat itu mengalami masa sulit pasca Perang Dunia II. Kusama menemukan bahwa seni bisa membuatnya berdamai dengan gangguan psikisnya.

Kusama melanjutkan eksplorasinya di dunia seni dan merasa nihonga tidak cukup bisa memuaskannya. Dia kemudian mulai menemukan ketertarikan pada seniman yang berekplorasi dengan kecenderungan mistis seperti Georgia O’Keefe. Dia akhirnya menyurati O’Keefe disertai dengan contoh karya yang dibuatnya. Tanpa disangka O’Keefe tertarik, lalu berangkatlah Kusama ke Amerika Serikat. Di area “Early Works”, Museum MACAN menampilkan karya-karya Kusama di awal karirnya sebelum berangkat ke Amerika Serikat.

Kalau Sultan Agung dari Mataram melihat ombak pantai selatan lalu terinspirasi membuat motif parang, pemandangan gelombang Samudera Pasifik lewat jendela pesawat dalam perjalanan dari Jepang ke Amerika Serikat, menginspirasi Yayoi Kusama untuk membuat Infinity Nets (jaring tak berhingga). Ciri khasnya adalah jaring yang berulang dan tanpa titik fokus. Dia mengaplikasikannya dalam berbagai media dan jaring tak berhingga ini merupakan pola konsisten yang muncul dalam kekaryaan Kusama dalam waktu lama. Kusama mulai diakui kredibilitasnya ketika pameran tunggalnya di Brata Gallery, New York pada tahun 1959 menuai respon dari para kritikus.

Kusama semakin vokal menyampaikan perhatiannya tentang isu-isu politik dan sosial yang terjadi di tahun 1960an dan 1970an lewat karyanya. Dia mulai membuat karya eksperimental yang disebut sebagai happenings. Karyanya mengalami perkembangan tidak hanya pada lukisan, tapi juga seni pertunjukan. Kusama menyebut happenings adalah sebuah protes dan perayaan. Tubuh manusia dijadikan fokus utama untuk menyoroti permasalahan yang ada. Kusama menampilkan tubuh yang dicat polkadot untuk menyerukan kekuatan cinta dan kemanusiaan melawan perang, kekerasan, kapitalisme dan kemapanan. Kisah inilah yang ditampilkan di area museum yang terbatas untuk pengunjung di atas 18 tahun. Di sini dipamerkan foto-foto yang menunjukan kedekatan Kusama sebagai pencipta dengan karyanya, yang pada awalnya hanya untuk keperluan dokumentasi dan publisitas. Ada juga video kompilasi happenings yang disutradarai oleh Kusama sendiri. Happenings ini ditampilkan di tempat-tempat yang menjadi pusat perhatian di New York, seperti Brooklyn Bridge, Central Park dan Wall Street.

Tekanan psikis dan ekonomi yang memburuk membuat Kusama pulang kampung di tahun 1973. Dia melihat ketika pulang, Jepang mengalami perubahan drastis pasca perang. Sekembalinya ke Jepang, Kusama memutuskan untuk tinggal di rumah sakit jiwa dan membangun studio dekat rumah sakit. Yayoi Kusama masih tinggal di sana sampai saat ini. Pada masa ini, Kusama mulai mengeksplor kembali tema-tema yang dulu sempat ditinggalkan ketika ke New York, seperti polkadot, bunga dan labu. Eksplorasinya pun meluas lagi ke ranah sastra dengan novel dan puisi. Karya sekitar masa ini ditampilkan di area “Experiments in Japan”. Di area lainnya, ada video Kusama menyanyikan lagu “Manhattan Suicide Addict” (2010) yang berasal dari novel pertamanya.

Baca juga:  SAMIFATI – Music Inspiration from Around The World

Kusama pernah menghadirkan sebuah karya seni lingkungan kontroversialnya di tahun 1996 berjudul Narcissus Garden. Dia menghadirkan 1500 bola metalik di Venice Biennale ke 33 dan melakukan pertunjukan, serta menjual bola-bola metalik tersebut seharga 2 dollar. Aksi ini merupakan bentuk protes terhadap komersialisasi produksi, pameran dan sirkulasi seni. Kalau melihat lebih jauh tentang karya ini, Kusama ingin berbicara tentang cerminan diri kita dan lingkungan sekitar dalam bola-bola yang mengalami distorsi. Ini menunjukan kita dan ego kita. Area Narcissus Garden ini bisa langsung kita temui tak jauh dari pintu masuk. Kalau melihat lukisan besar yang terpampang, bawaannya jadi pengen terjun di antara bola-bola rasanya. Eits, tapi hanya boleh terjadi di imajinasi kalian aja ya.

“A polka-dot has the form of the sun, which is a symbol of the energy of the whole world and our living life, and also the form of the moon, which is calm. Round, soft, colorful, senseless and unknowing. Polka-dots become movement. Polka-dots are a way to infinity.” Manhattan Suicide Addict

Mari kita lanjutkan ke karya-karya Kusama di awal tahun 2000an. Satu-satunya area di museum yang berwarna monokrom ini bertajuk Love Forever. Karya-karya Love Forever ini dipenuhi aspirasi perasaan-perasan masa remaja. Kusama mengeksplorasi bentuk wajah tampang samping, mata, binatang, rumah dan garis-garis yang digambar menggunakan pena. Obsesi pengulangan ini dipicu oleh ketakutan pada ruang kosong (horror vacui). Jadi, bisa dilihat pada lukisan tidak ada space kosong. Satu-satunya yang tidak monokrom di area ini adalah instalasi “I Want to Love on the Festival Night” di tengah ruangan. Mengintip instalasi ini rasanya seperti berdisko ria ( hanya bahasanya yang jadul, orangnya sih engga 😛 ).

Lanjut dari sini, kita akan diarahkan menuju area My Eternal Soul yang merupakan seri lukisan terbaru Kusama. Seri ini mulai dibuat dari tahun 2009, sudah ada lebih dari 500 lukisan dan masih berlanjut sampai sekarang. My Eternal Soul ini adalah lanjutan dari Love Forever dan Kusama menambahkan banyak warna. Ada patung-patung juga yang merupakan bentuk 3D dari ornamen yang ada pada lukisan. Kusama juga menampilkan kontras untuk memberikan ilusi optik. Kesannya halu banget kalau kata anak sekarang. Lah iya emang dari halusinasi sih. Hahaha. This is the real one.

Selain karya-karya tadi, ada instalasi ikonik banget yang bisa kita temui waktu memasuki area pameran, yaitu Dots Obsession. Instalasi yang dipamerkan di Museum MACAN ini yang paling lengkap loh, jika dibandingkan dengan pameran yang di Singapura. Tidak hanya balon-balon polkadot, tapi kita juga bisa mengintip dan merasakan berada di alam semesta polkadot ciptaan Kusama.

“Our Earth is only one polka dot among million stars in the cosmos,” Yayoi Kusama 1966.

Di lantai yang berbeda, Museum MACAN menghadirkan The Obliteration Room dan kita bisa bermain bersama Kusama di sini. Ruangannya dicat putih dengan banyak ornamen seperti kursi, meja makan, sepeda, jendela, dll. Juga ada sentuhan kearifan lokal seperti kaleng kerupuk dan cobek. Haha. Kita bisa menempelkan stiker polkadot di obyek-obyek dalam ruangan. Kita bisa merasakan jadi Yayoi Kusama dan melihat dunia penuh polkadot. Secara keseluruhan, pameran ini benar-benar memberikan atmosfir yang berbeda seperti menjelajahi alam imajinasi. Buatku rasanya seperti mengaduk-aduk jiwa dengan pola dan warna yang dipakai Kusama. Kedalaman maknanya kerasa banget.

Beberapa hari yang lalu sempat baca berita tentang perilaku-perilaku tidak bertanggung jawab dari pengunjung pameran Yayoi Kusama. Sangat disayangkan sekali hal seperti ini sampai terjadi. Demi eksistensi, mereka lupa apresiasi. Percayalah, kalian jadi tidak bisa merasakan makna yang sesungguhnya ingin disampaikan Kusama kalau begitu. Anyway, pameran Yayoi Kusama ini masih berlangsung sampe September ya. Berikan apresiasi terbaikmu kawan.

Share: